Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
White Crime    
Kasus Sengketa
Kasus Perebutan Rumah Menteng Sudah P21
Monday 29 Jul 2013 14:13:56
 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi.(Foto: BeritaHUKUM.com/riz)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Berkas kasus sengketa perebutan rumah mewah yang terletak di Jalan HOS Cokroaminoto Nomor 99, Menteng, Jakarta Pusat. Ternyata sudah dinyatakan P21 oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).

Menurut Kapuspenkum (Kepala Pusat Penerangan Hukum) Kejagung, Setia Untung Arimuladi pihaknya telah menerima berkas perkara atas nama tersangka Melia Handoko dari Bareskrim Polri.

"Dan setelah dilakukan penelitian oleh kami apakah berkas ini memenuhi syarat formil dan meteriil? Ternyata sudah lengkap atau P21," ujar Untung saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Kejagung, Jakarta, Senin (29/7).

Lalu terkait dengan adanya surat penghentian penyidikan (SP3) yang telah dikeluarkan pihak Polda Metro Jaya, Untung enggan menjelaskan lebih lanjut.

"Yang jelas setelah kita periksa berkas tersebut sudah memenuhi unsur formil dan materiilnya," ungkapnya.

Dan ketika ditanya apakah Bareskrim sudah menemukan bukti baru dalam kasus ini. Untung kembali enggan menjawab. "Saya tidak bisa menceritakan Hal itu. Yang jelas ketika sesuatu berkas sudah memenuhi syarat formil dan materiil maka kami akan dilimpahkan ke pengadilan," jelasnya.

Kasus ini merupakan, perebutan rumah antara kakak beradik. Dimana,
Melia Handoko merupakan pemilik rumah mewah di Jl HOS Cokroaminoto Nomor 99, Menteng, Jakarta Pusat. Lalu, dituduh oleh kakak kandungnya sendiri Chenny Kolondom telah memalsukan surat dan tanda tangan akta Rumah yang ia beli dengan harga Rp 9 miliar.

Saat Chenny Kolondom melaporkan sengketa ini ke Polda Metro Jaya, pihak penyidik menyatakan, bahwa laporan LP/3980/XI/2011/PMJ/ Di. Reskrimum tidak cukup bukti karena tuduhan pemalsuan surat tidak bisa dibuktikan, sesuai dengan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan).

"Sebelumnya perkara ini sempat dilaporkan oleh Chenny ke Polda Metro Jaya, dan Polda Metro telah mengeluarkan SP2HP bahwa perkara pasal 372 378 mengenai pemalsuan surat berharga tidak cukup bukti," ujar kuasa hukum Melia, Merdy Maki di Jakarta Kamis (25/7).

Karena tidak cukup bukti, kemudian perkara ini dikonfrontir dan dilakukan uji forensik untuk mengetahui keaslian surat akta jual beli rumah tersebut yakni antara Chenny Kolondom selaku penerima kuasa dari pemilik rumah sebelumnya.

Menurut keterangan Merdy pada uji forensik tersebut Chenny Kolondom sudah mengakui bahwa akta rumah di Jl. Cokroaminoto itu adalah milik Melia Handoko dan tanda tangan akta rumah dari notaris adalah asli dari Melia.

"Pada uji Forensik di Polda itu, Chenny sudah mengakui bahwa, tanda tangan itu asli beserta notaris dan saksi lain, terangnya.

Namun tidak tahu kenapa, selang beberapa lama kasus ini kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri dengan alasan yang tidak jelas, dan yang lebih mengagetkan Melia Justru ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan telah memalsukan sertifikat rumah tersebut.

"Jangan lupa di akta tersebut ada empat rangkap asli kemudian ada tujuh halaman yang ditandatangani. Tapi ngak tahu kenapa perkara ini ditarik ke Mabes Polri dan dimabes Polri ini lah beliau menjadi tersangka," tuturnya.

Ada Kriminalisasi

Dari proses hukum ini, Merdy menganggap telah terjadi kriminalisasi oleh aparat penegak hukum dan juga Chenny Kolondom terhadap adeknya sendiri Melia Handoko, karena sebetulnya ia adalah pemilik syah rumah tersebut yang ia beli seharga Rp 9 miliar melalui surat akta jual beli yang syah sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Merdy menjelaskan bahwa setiap perkara perdata yang sedang diproses, maka secara tidak langsung perkara lain akan ditanguhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma).

"Bagi kami ini merupakan kriminalisasi, karena sesuai dengan Perma 1 no 56 setiap perkara yang sedang diproses di Peradilan perdata itu harus di tangguhkan pidanakan," jelasnya.(bhc/riz)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2